JN-Mendikdasmen RI, Abdul Mu’ti menyampaikan bahwa kementerian yang dipimpinnya membuka diri untuk kerja sama dengan berbagai pihak sebagai bentuk upaya mengawal reformasi pendidikan nasional.
Hal itu disampaikan Abdul Mu’ti pada Jum’at (17/10) dalam Rakernas Forum Rektor Perguruan Tinggi Muhammadiyah-’Aisyiyah (PTMA) yang diselenggarakan dengan tuan rumah Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).
Pada kesempatan itu, Mu’ti menambahkan, pihaknya saat ini tengah berupaya membangun sinergi lintas pihak untuk mengawal pendidikan Indonesia supaya lebih maju. Sinergi ini juga bisa dibangun dengan PTMA.
Baca juga: Pemerintah Dukung Kolaborasi Civitas Akademika dan Swasta untuk Membangun Kualitas Mahasiswa Mumpuni
Dalam paparannya, Mu’ti menyebut ada beberapa program prioritas yang dapat dikolaborasikan dengan PTMA. Program itu seperti revitalisasi satuan pendidikan yang tak hanya fokus pada perbaikan fisik, tapi juga manajemen, tata kelola, dan peningkatan kapasitas.
Program ini juga termasuk penyusunan kurikulum yang adaptif dengan kebutuhan zaman, penguatan karakter siswa, serta peningkatan kualitas layanan pendidikan agar selaras dengan standar nasional dan internasional.
Sinergi juga dapat dibangun untuk program peningkatan kualitas guru melalui berbagai skema pelatihan dan pendidikan profesi. Secara spesifik Mu’ti menyebut ada program Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL).
Baca juga: Manfaat Belajar Online bagi Siswa di Era Digital
“Kami ingin memastikan tidak ada guru yang terhenti karirnya hanya karena belum memenuhi syarat akademik. Bahkan pengalaman mengajar kini diakui hingga 70 persen dalam skema RPL,” ujarnya.
Kemendikdasmen juga mendorong program pembelajaran mendalam (deep learning) untuk memperkuat kapasitas pedagogik dan karakter siswa. Program ini, menurut Mu’ti, dapat melibatkan PTMA sebagai penyelenggara pelatihan guru dan pengembang modul.
Lebih lanjut, ia juga menyinggung pelatihan coding dan kecerdasan buatan (AI) yang saat ini masih bersifat pilihan namun akan diarahkan menjadi mata pelajaran wajib. Kebutuhan guru coding dan AI akan meningkat tajam, sehingga peran perguruan tinggi sebagai mitra pendidikan sangat dibutuhkan.
Ia juga membuka peluang bagi PTMA untuk berpartisipasi dalam penelitian kebijakan (policy research) terkait berbagai program pendidikan dasar dan menengah, termasuk pendidikan karakter dan kebiasaan belajar siswa.
“Kami ingin kebijakan pendidikan tidak sekadar administratif, tetapi menjadi rekayasa sosial yang membentuk karakter bangsa. Karena itu, penelitian dan masukan dari kampus-kampus Muhammadiyah-Aisyiyah akan sangat berarti,” ujarnya.
Mu’ti menegaskan bahwa setiap kebijakan Kemendikdasmen tidak dibuat secara serampangan, melainkan memiliki dasar filosofis dan kajian yang mendalam.(SDA)


